Selasa, 11 Januari 2011

Kemunduran Bani Abbasiyah

Masa Kemunduran Abbasiyah dan Sebab-Sebab Runtuhnya

A.   PENDAHULUAN
Daulah Abbasiyah merupakan kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad. Daulah Abbasiyah mencapai masa kejayaannya di zaman kholifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan putranya Al-Makmun (813-833 M).
Daulah Abbasiyah dibagi menjadi tiga periode. Pertama, periode perkembangan dan puncak kejayaan, ditandai dengan berkembangnya kebudayaan dan peradaban. Kedua, periode disintegrasi ditandai dengan upaya wilayah-wilayah  melepaskan diri dari daulah Abbasiyah. Ketiga, periode kemunduran dan kehancuran[1].
B.   PEMBAHASAN
Keruntuhan Daulah Abbasiyah disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
1.    Luasnya wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para pengusaha dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.
2.    Dengan profesionalisme angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi.
3.    Keuangan negara sangat sulit, karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat besar. Pada saat kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.[2]



Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pada pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada persoalan politik, propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbasiyah. Mereka bukan sekedar memisahkan diri dari kekuasaan khalifah, tetapi juga memberontak dan berusaha merebut pusat kekuasaan di Baghdad.[3]
Kekuasaan Dinasti Abbasiyah tidak pernah diakui di Spanyol dan seluruh Afrika Utara, kecuali Mesir yang bersifat sebentar-sebentar dan kebanyakan bersifat nominal. Bahkan dalam kenyataannya, banyak daerah tidak dikuasai khalifah. Secara riil, daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaan gubernur-gubernur propinsi bersangkutan. Hubungannya dengan khilafah ditandai dengan pembayaran upeti.[4]
 Ada kemungkinan bahwa para khalifah Abbasiyah sudah cukup puas dengan pengakuan nominal dari propinsi-propinsi tertentu, dengan pembayaran upeti itu. Alasannya adalah :
a.    Mungkin para khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk kepadanya,
b.    Penguasa Bani Abbas lebih menitik beratkan pada pembinaan peradaban dan kebudayaan dari pada politik dan ekspansi.[5]


Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut Ibnu Khaldun, ada dua sebab dinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia dari pada orang-orang Arab:
a.    Sulit bagi orang-orang Arab untuk melupakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan warga kelas satu.
b.    Orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya ashabiyah (kesukuan). Dengan demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas ashabiyah tradisional.
Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu, bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab ('ajam). Selain itu, wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama sangat luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki dan India.[6]


Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi bersamaan dengan kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan harta. Menurut Muh. Nurhakim, sumber penghasilan Bani Abbasiyah antara lain adalah pajak dari wilayah dan pertanian. Sehubungan dengan ini, banyaknya wilayah yang membebaskan diri sangat mempengaruhi jumlah wilayah pembayar pajak.[7]
Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat, diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti, sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah. Jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat melakukan korupsi. Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah kedua, faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.

4.    Konflik Keagamaan

Fanatisme keagamaan terkait erat dengan persoalan kebangsaan. Pada periode Abbasiyah, konflik keagamaan yang muncul menjadi isu sentra sehingga mengakibatkan terjadi perpecahan. Berbagai aliran keagamaan seperti Mu’tazilah, Syi’ah, Ahlus Sunnah, dan kelompok-kelompok lainnya menjadikan pemerintahan Abbasiyah mengalami kesulitan untuk memepersatukan berbagai faham keagamaan yang ada.[8]


Apa yang telah disebutkan di atas adalah faktor-faktor internal. Disamping itu, ada pula faktor-faktor eksternal yang menyebabkan khilafah Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur. Adapun faktor –faktornya antara lain:
a.    Perang Salib
Perang salib merupakan penyebab lemahnya pemerintahan Abbasiyah, karena kosentrasi dan perhatian Abbasiyah terpecah belah untuk menghadapi tentara Salib. Walaupun umat Islam berhasil mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara Salib, namun kerugian yang mereka derita banyak sekali, karena peperangan itu terjadi di wilayahnya. Kerugian-kerugian ini mengakibatkan kekuatan politik umat Islam menjadi lemah. Dalam kondisi demikian mereka bukan menjadi bersatu, tetapi malah terpecah belah. Banyak daulah kecil yang memerdekakan diri dari pemerintahan pusat Abbasiyah di Baghdad.
b.    Serangan Bangsa Mongol
Serangan Mongol merupakan faktor eksternal kehancuran bani Abbasiyah di Baghdad. Semuanya dimulai dari keinginan raja Mongolia yang bernama Mangu untuk memeperluas wilayah kekuasaanya. Maka, raja Mangu memerintahkan Kubalai untuk penyerangan ke wilayah timur, sedangkan ke arah barat raja Mangu memerintahkan Hulagu untuk menaklukan kekhilafaan Islam. Sementara, latar belakang Hulagu berminat sekali menghancurkan kekhilafaan Islam  dikarenakan dua hal, kebenciannya terhadap Islam, di mana hal ini ditimbulkan oleh istrinya yang beragama kristen, dan karena janji raja Mangu kepada raja Armenia untuk menyerahkan Jerussalem kepada orang-orang Salib, apabila Mangu berhasil menumbangkan kekuasaan Islam. Disebutkan juga bahwa Hulagu Khan, panglima tentara Mongol, sangat membenci Islam karena ia banyak dipengaruhi oleh orang-orang Budha dan Kristen Nestorian. Gereja-gereja Kristen berasosiasi dengan orang-orang Mongol yang anti Islam itu dan diperkeras di kantong-kantong ahl al-kitab.[9]
Pada 10 Februari 1258 M. Benteng Baghdad ditembus pasukan Hulagu, dan kemudian Baghdad dihancur luluhkan.[10]  Khalifah Bani Abbasiyah yang terakhir beserta keluarganya, Al-Mu’tashim Billah dibunuh, buku-buku yang terkumpul di Baitul Hikmah dibakar dan dibuang ke sungai Trigis, sehingga berubalah warna air sungai tersebut yang jernih bersih menjadi hitam kelam karena lunturan tinta yang ada pada buku-buku itu.[11]
Inilah hari yang sangat menyedihkan bagi umat Islam sedunia, sebab kehancuran politik Baghdad sama juga hancurnya politik Islam kala itu. Dengan demikian, lenyaplah dinasti Abbasiyah yang telah memainkan peran penting dalam percaturan kebudayaan dan peradaban Islam secara gemilang.

C.   PENUTUP

Kemunduran Daulah Abbasiyah disebabkan oleh beberapa faktor, faktor internal dan faktor eksternal. Adapun fakto-faktor internalnya, yaitu luasnya wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan, ketergantungan khalifah kepada angkatan bersenjata sangat tinggi, keuangan negara sangat sulit, karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat besar. Di samping itu, ada pula faktor-faktor yang lain,  masa disintegrasi, persaingan antarbangsa, kemerosotan ekonomi, dan konflik keagamaan.
Adapun faktor-faktor eksternal yang menyebabkan khilafah Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur, yaitu dampak dari perang salib yang membuat kosentrasi dan perhatian Abbasiyah terpecah belah. Di samping itu, serangan bangsa mongol yang menghancurkan kota Baghdad. Bahkan, Khalifah Bani Abbasiyah yang terakhir beserta keluarganya, Al-Mu’tashim Billah dibunuh, buku-buku yang terkumpul di Baitul Hikmah dibakar dan dibuang ke sungai Tigris. Maka hancurlah dinasti Abbasiyah yang telah memainkan peran penting dalam percaturan kebudayaan dan peradaban Islam secara gemilang.








DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Nurhakim, Muhammad. 2004. Sejarah & Peradaban Islam. Malang: UMM Press.
Supriyadi, Dedi. 2008.  Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.
Montgomery Watt, Montgomery. 1990. Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh     Orientalis. Yogyakarta: Tiara Wacana. 
Yatim, Badri. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Jakarata: PT Raja Grafindo Persada.
http://maktabahku.wordpress.com/2008/11/13/sebab-sebab-kemunduran-pemerintahan-bani-abbas-masa-disintegrasi/






[1]  Muh. Nurhakim, Sejarah & Peradaban Islam, (Malang: UMM Press, 2004), Hal. 70
[2]  W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam: Kajian Kritis Dari Tokoh Orientalis, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990),           Hal. 165-166
[3]  Dedi Supriyadi, M. Ag, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2008). Hal. 140
[4]  Dr Badri Yatim MA, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008). Hal. 63
[5]  Dr Badri Yatim MA, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008). Hal. 63

[6]  http://id.wikipedia.org/wiki/Bani_Abbasiyah#Persaingan_antar_Bangsa
[7]  Muh. Nurhakim, Sejarah & Peradaban Islam, (Malang: UMM Press, 2004), Hal. 72
[8]  Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009). Hal. 156
[9]   http://maktabahku.wordpress.com/2008/11/13/sebab-sebab-kemunduran-pemerintahan-bani-abbas-masa-disintegrasi/
[10]  Muh. Nurhakim, Sejarah & Peradaban Islam, (Malang: UMM Press, 2004), Hal. 74
[11]  Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009). Hal. 156-157